Mengenal Datuk Ri Tiro, Ulama Penyebar Ajaran Islam di Bulukumba
Makassar – Datuk Ri Tiro merupakan sosok ulama yang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan (Sulsel), khususnya wilayah Bulukumba. Ia diutus oleh Kerajaan Aceh bersama dua rekannya, yaitu Datuk Ri Bandang dan Datuk Patimang.
Atas jasanya menyiarkan agama Islam, kini nama Datuk Ri Tiro diabadikan sebagai nama salah satu masjid ikonic di Bulukumba, yakni Masjid Islamic Center Dato Tiro. Selain itu, makam Datuk Ri Tiro yang terletak di Bulukumba juga menjadi sebuah wisata religi yang sering dikunjungi masyarakat.
Lantas seperti apa sosok Datuk Ri Tiro ini? Bagaimana pula perjuangannya mengislamkam Bumi Panritalopi Bulukumba?
Biografi Datuk Ri Tiro
Datuk Ri Tiro bernama asli Nurdin Ariyani atau Abdul Jawad dengan gelar Khatib Bungsu.(2) Ia adalah ulama sufi dari Minangkabau, yang ditugaskan menyebar Islam di Pulau Sulawesi.
Terkait waktu kelahiran Datuk Ri Tiro terdapat beberapa versi yang berbeda-beda. Salah satu sumber menyebutkan ia lahir pada Juli 1626 atua 8 Syawal 1036. Selain itu, ada pula sumber lain yang menyebutkan bahwa ia lahir pada 28 Juli 1542.
Atas jasa-jasanya, Datuk Ri Tiro menjadi salah satu ulama sufi yang mendapat gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Afrika Selatan.(3)
Selama hidupnya Datuk Ri Tiro diketahui menyebar agama Islam di wilayah Kerajaan Tiro, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Adapun nama Datuk Ri Tiro sendiri adalah sebuah gelar yang diberikan oleh masyarakat sebagai penghargaan dan rasa hormat atas jasanya menyebar agama Islam di Bulukumba.
Dia menjadi seorang mubalig di Tiro, Bulukumba sampai akhir hayatnya. Masyarakat setempat kemudian memberinya gelar Dato Tiro. Kata dato dipilih karena masyarakat setempat kesulitan mengucapkan kata datuk, dan dato sama artinya dengan datuk.(1)
Datuk Ri Tiro wafat dan dimakamkan di Dusun Hila-Hila, Kelurahan Eka Tiro, Kecamatan Bontotiro, Bulukumba. Hingga kini, makam tersebut selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dan wisatawan dari berbagai daerah.(2)
Kisah PerjuangaDari jurnal Islamisasi Di Tiro Bulukumba, disebutkan bahwa Datuk Ri Tiro datang ke Sulawesi Selatan bersama Datuk Ri Bandang dan Datuk Patimang pada awal abad ke-17. Ia kemudian bertugas untuk menyebar Islam di wilayah Tiro, Bulukumba dan sekitarnya.
Kerajaan Tiro sendiri merupakan sebuah kerajaan kecil yang terletak di Bulukumba. Sebelum masuknya Islam, rakyat Tiro memiliki kepercayaan terhadap hal-hal mistis.
Karena itu, salah satu cara yang digunakan untuk membawa Islam ke Bulukumba adalah dengan pendekatan Istana. Datuk Ri Tiro mengawali dakwahnya dari lingkungan kerajaan, sebab jika raja sudah menerima Islam, maka rakyatnya pun akan mudah mengikutinya.
Proses masuknya Islam di Kerajaan Tiro sendiri terbilang cukup mudah dan melalui jalan Damai. Hal ini berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan yang harus melalui jalan perang.
Apalagi, besarnya pengaruh Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan kala itu membuat penerimaan Islam cukup sulit masuk di daerah-daerah yang menjadi wilayah taklukan Kerajaan Gowa.
Sementara di Kerajaan Tiro, Islam diterima dengan baik. Raja Tiro V La Unru Daeng Biasa sendiri menyambut baik kedatangan Islam yang dibawa oleh Datuk Ri Tiro.
Ia pun bersedia menerima Islam dan dibimbing membaca syahadat oleh Datuk Ri Tiro sendiri. Setelah masuk Islam, ia pun mendapat gelar Karaeng Ambibiah.
Selanjutnya dalam upaya menyebar Islam di masyarakat, Datuk Ri Tiro menempuh cara yang sedikit berbeda. Ia menggunakan pendekatan ilmu tasawuf untuk menghadapi kebiasaan-kebiasaan dari ajaran kuno rakyat Tiro yang banyak bertumpu pada ilmu hitam.
Cara ini dipilih Datuk Ri Tiro agar bisa memurnikan dan menggantikan mistik kebatinan atau sistem panutan yang yang berpusat di Gunung Bawakaraeng kala itu. Dia juga menyiarkan Islam melalui kajian-kajian seperti syariat, tarekat, hakekat dan makrifat.
Ajaran tasawuf yang disiarkan Datuk Ri Tiro ini pun dinilai sesuai dengan selera masyarakat karena ajarannya lebih menekankan kepada pentingnya sholat, mengaji, dzikir dan hal-hal yang dianjurkan agama. Akhirnya penyebaran Islam ini pun perlahan kian meluas di kalangan masyarakat.
Kendati demikian, tidak semua orang juga bisa dengan mudah menerima Islam dan beralih keyakinan. Mereka sempat ditentang oleh sejumlah bissu, sehingga beberapa di antaranya harus mengungsi ke Kaili.
Namun karena dukungan dari La Unru Daeng Biasa Karaeng Ambibiah, perjuangan Datuk Ri Tiro pun terus meluas. Selain ke Kerajaan Tiro, ia pun mulai berdakwa ke wilayah Kerajaan Bira di bagian Selatan.
Karena pendekatan bijaksana dari Datuk Ri Tiro, Raja Bira V Bakka Daeng Burane pun menerima ajaran Islam. Selain itu, Datuk Ri Tiro juga berhasil menjangkau daerah lain seperti Bantaeng di sebelah barat dan daerah Kerajaan Tellu Limpoe atau Sinjai di sebelah utara.
Selanjutnya proses penyebaran ajaran Islam oleh Datuk Ri Tiro juga mulai dilakukan di bagian selatan jazirah Sulsel dari pegunungan Lompobattang sampai ke batas Kerajaan Bone. Keberhasilan ini tentu tak terlepas dari dukungan raja-raja yang telah memeluk Islam.
Selain kerajaan-kerajaan di atas, dalam waktu yang relatif singkat Datuk Ri Tiro juga berhasil membuat Kerajaan Tondong, Bulo-Bulo dan Lamatti di kawasan Sinjai menyatakan diri menerima ajaran Islam. Diketahui Raja Bulo-Bulo IX La Peteddung memeluk Islam pada tahun 1607 lalu diikuti oleh rakyatnya.(4)
Mengapa Datuk Ri Tiro Menyebarkan Islam Mulai di Bulukumba?
Alasan Datuk Ri Tiro memilih menyebarkan agama Islam di Kerajaan Tiro karena Bulukumba dianggap dapat menjadi pintu untuk menyebarkan agama Islam ke bagian selatan. Jadi dengan masuknya Islam di Bulukumba, maka kerajaan yang bersebelahan dengan Bulukumba akan mengikut.
Kerajaan Tiro juga memiliki pelabuhan yang baik seperti Pelabuhan Pantai Tiro, Pelabuhan Bira, dan Pelabuhan Biropa yang aman untuk disinggahi kapal-kapal dari Jawa, Maluku, Melayu dan lain-lain. Oleh sebab itu, penyiaran agama akan lebih mudah karena sarana komunikasi bisa lancar.(4)
Wisata Religi Makam Datuk Ri Tiro
Datuk Ri Tiro memiliki jasa yang besar dalam menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan, khususnya Bulukumba. Oleh karena itu, makam Datuk Ri Tiro yang terletak di Bulukumba kemudian menjadi salah satu objek wisata religi yang sering dikunjungi oleh masyarakat lokal dan dari berbagai daerah.
Bagi masyarakat, makam Datuk Ri Tiro memiliki nilai sejarah yang tinggi. Hal ini karena sosok Datuk Ri Tiro yang begitu penting bagi masyarakat Bulukumba.
Di makam ini, setiap harinya ramai pengunjung untuk berziarah dan berdoa dengan ritual-ritual khusus. Ritual-ritual tersebut adalah bentuk tradisi masyarakat lokal yang sering diikuti oleh pengunjung dari daerah lain.
Makam ini dijadikan tempat atau medium suci untuk bertawassul (perantara). Sebagian bahkan percaya bahwa makam orang suci menjadi tempat yang cocok untuk mengasah spiritualitas.(2)
Di sekitar area makam, juga terdapat sebuah sumur panjang yang diperkirakan sudah berusia ratusan tahun. Airnya masih bening dan jernih, sehingga masih digunakan hingga saat ini.
Sebagian masyarakat setempat mempercayai air yang bening dan jernih tersebut diduga kuat keluar dari celah-celah dinding batu, bukan dari pasir putih yang ada di dasar sumur. Tidak sedikit pula yang meyakini bahwa mandi di sumur panjang tersebut bisa membawakan keberuntungan.(1)
Sumber:
1. Artikel Kementerian Agama RI Provinsi Sulawesi Selatan “Kontributor Humas Kemenag Sinjai Berziarah Ke Makam Dato Ri Tiro”.
2. Jurnal Universitas Hasanuddin “Tradisi Ziarah Makam Datuk Ri Tiro Di Kabupaten Bulukumba Dalam Perspektif Islam”.
3. Skripsi UIN Alauddin Makassar “Tradisi Ziarah Pada Makam Dato Tiro Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba”.
4. Jurnal Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar “Islamisasi Di Tiro Bulukumba”.